Untuk merealisasikan tujuan yang ingin dicapai, sebuah organisasi biasanya merencanakan berbagai program dan kegiatan serta menyusun item rencana belanja, lalu dituangkan dalam dokumen perencanaan dan anggaran.  Salah satu bentuk kegiatan yang banyak dijumpai disusun oleh sebuah organisasi, baik instansi pemerintah maupun non pemerintah, adalah kegiatan rapat pertemuan atau rapat koordinasi, atau rapat evaluasi, atau rapat sinkronisasi, rapat peningkatan ABCD, atau pun istilah lainnya. Dengan item belanja terdiri dari honor narasumber, moderator, makan minum rapat,  transport peserta, serta item belanja lainnya yang diperlukan, bahkan ada juga kegiatan rapat yang didukung dengan penyediaan akomodasi hotel.  Rapat pertemuan ini, biasanya ada juga yang diawali dengan rapat-rapat persiapan sebelum kegiatan utama dilakukan.  

Dalam dokumen perencanaan dan anggaran biasanya ditulis bahwa rapat tersebut bertujuan untuk mencapai indikator tertentu dengan target yang telah ditetapkan.  Jika dilihat dari uraian belanjanya, yang hanya terdiri dari satu kali penyelenggaraan rapat utama, terbaca seolah-olah dengan satu kali rapat tersebut, target indikator akan tercapai.  Metode mencapainya dengan cara,  menyelenggarakan rapat, mengundang narasumber, mengundang peserta, jika diperlukan rapatnya dibuka oleh pejabat penting, ada yang memaparkan materi, ada tanya jawab, selesai rapat ditutup, lalu target indikator tercapai.  Simpel dan mudah.  Dalam hal ini untuk memudahkan pembahasan kita coba bangun sebuah istilah "kaidah satu kali pertemuan untuk mencapai suatu target".  

Dalam rangka menguji "kaidah satu kali pertemuan untuk mencapai suatu target" tersebut, kita coba ajukan pertanyaan benarkah hanya dengan satu kali rapat pertemuan, target yang diamanatkan bisa tercapai ? Tidak kah diperlukan adanya kegiatan-kegiatan lanjutan, agar benar-benar yakin, pasti bahwa target sudah tercapai ?  Pertanyaan berikutnya, apabila diperlukan kegiatan lanjutan, apakah harus ada dukungan anggaran tambahan ? Jika dilakukan  kegiatan-kegiatan lanjutan, bagaimana kaidah efisiensi anggaran dapat diterapkan dan bagaimana menjaga agar rencana anggaran tidak jadi membengkak ?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan  tersebut, penulis akan mencoba mengajukan satu contoh kasus pembuktian "kaidah satu kali pertemuan untuk mencapai suatu target", dan bagaimana efisiensi anggaran bisa diterapkan.  Berdasarkan kejadian hangat di tahun 2020, dengan contoh topik kegiatan yang sedang viral saat ini (Bersambung)....



Mengapa porang bisa jadi alat dalam revolusi pelestarian lingkungan untuk mengatasi bumi yg makin panas?  Dimana letak istimewanya porang? Ini bisa dijawab dengan sifat tumbuh  porang sebagai bahan pangan masa depan yang sehat yang penanamannya bagus dibawah naungan 50 %.  


Jika dikembangkan dengan strategi yang tepat, diiringi pendidikan pelestarian lingkungan yang cerdas dan kampanye karbohidrat sehat, untuk mendorong terciptanya budaya penyediaan pangan yang ramah lingkungan, porang bisa menjadi alat yang efektif untuk melakukan revolusi penyediaan pangan dan papan serta pelestarian lingkungan. 


Jika budaya dan kesadaran itu sudah memasyarakat,  nanti orang tidak akan melihat lagi sawah luas yg lahannya terbuka, panas, airnya kotor berlumpur,  penuh pestisida dan pupuk kimia.  Tapi akan diganti oleh tegakan kayu kayuan berdaun kecil, yg di bawahnya ditanam porang. Lingkungan akan jadi semakin asri,  hijau dan sejuk, oksigen diproduksi maksimal, gemercik air mengalir disungai yg jernih, didalamnya berenang ikan berbagai jenis, tak ada lagi penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebih serta tak ada lagi pembukaan lahan utk menanam padi.   Kebutuhan pangan dan  papan terpenuhi tanpa merusak hutan, bahkan akan terus bertambah tegakan hutan baru untuk naungan porang.  Bumi semakin hijau, lingkungan lestari, pangan dan papan terpenuhi...


Bagi dunia pertanian, kalau dikampanyekan dengan baik porang bisa jadi primadona dan tambang emas pertanian, karena melalui porang, banyak isu bisa dikelola, mulai isu lingkungan, pangan, papan, ekonomi, kemiskinan, kesehatan sekaligus  bisa berjalan beriringan.  Pertanian bisa menjadi sektor yg semakin terhormat dg kehadiran komoditas porang, karena selain sebagai penyelamat perut, juga bisa hadir sebagai pahlawan penyelamat bumi....


Banten, 28 Oktober 2018

Komunitas Porang Untuk Pemberdayaan dan Lingkungan Lestari


Dari hari ini kedepan Biro Kesra Banten akan melebur menjadi Biro Pemerintahan dan  Kesra, untuk berkiprah menjalani jalan sejarahnya yang baru.  Memang masih banyak yg belum bisa dilakukan Biro Kesra, tapi diakui atau tidak, Biro Kesra sudah pernah berkiprah dalam melahirkan perbaikan dan memberi warna pada sejarah perjalanan Provinsi Banten.  


Dijaman Gubernur Pa Rano Karno, Biro Kesra bersama OPD lainnya, menjadi pelaku sejarah peralihan pengelolaan hibah dari jaman gelap ke jaman terang benderang.  Biro Kesra lah, waktu itu yg mengkonsepkan perubahan Peraturan Gubernur tentang hibah dengan memasukan klausul-klausul transparansi dalam pengelolaan hibah, salah satunya dengan mencantumkan kewajiban penerapan system online, agar pengelolaan hibah menjadi semakin akuntabel. Melalui Biro Kesra,  dijalin komunikasi dengan Direktur Litbang KPK, dan Kesra lah yang mengirim konsep pergub tersebut ke KPK untuk mendapat penelaahan menjadi konsep final perubahan pergub hibah. Setelah perubahan pergub hibah tersebut  ditetapkan, KPK menilai ada itikad baik perbaikan sistem, dan gonjang ganjing hibah pun mereda, pengelolaan hibah  menemukan koridor akuntabilitas yang semakin baik, dan Pemerintah Provinsi Banten pun meraih predikat WTP pertamanya dari BPK RI atas pengelolaan keuangan Tahun Anggaran 2016.


Di jaman Gubernur Pa Wahidin Halim, Biro Kesra juga berhasil mengawal kebijakan  pa Gubernur dalam meningkatkan semangat berbagi melalui dana zakat para ASN untuk masyarakat.  Sesuai kebijakan pa Gubernur saat ini,  4.000 guru ngaji 4.000 marbot dapat diberikan insentif, puluhan disabilitas dibantu mendapatkan kaki palsu, puluhan masjid mushola  dibantu pembangunan dan rehab, para fakir dibangunkan rumah idaman, dan masih banyak lagi yang sudah dilakukan, yang belum pernah dilakukan sebelumnya sejak Provinsi Banten lahir.


Biro Kesra juga bergandengan tangan dengan FSPP Provinsi Banten dalam memproses pemberian hibah Gubernur Banten kepada 3.000 lebih pondok pesantren dengan dana puluhan milyar, bahkan terus meningkat nilai bantuannya menjadi  ratusan milyar di tahun-tahun berikutnya.  Ketika bersama Biro Kesra, Provinsi Banten pun meraih Juara Umum MTQ Nasional XXVI Tahun 2016 dan Juara umum Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren Tingkat Nasional ( Pospenas) VII Tahun 2016 serta prestasi-prestasi lainnya.


Diakui atau tidak, sejarah telah mencatat kiprah Biro Kesra dalam perjalanan Provinsi Banten.  Walau  ada perasaan sedih,  tetap tegaklah berjalan para alumni Biro Kesra, karena  tugas sudah  disempurnakan...

Tulisan ini tidak diberi judul berdirinya UPZ Baznas Pemprov Banten.  Karena walaupun UPZ Baznas Pemprov Banten lahir pada tanggal 29 Mei 2019 berdasarkan Surat Keputusan Ketua Baznas Provinsi Banten Nomor 247/SK UPZ/BAZNAS-BTN/V/ 2019,  Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di lingkungan Pemprov Banten sebenarnya sudah berdiri lama di masing-masing OPD dan sudah mengumpulkan zakat serta melakukan tugas pembantuan pendistribusian zakat jauh sebelum terbentuknya UPZ Baznas Pemprov Banten. 
Jadi, urusan pengelolaan perzakatan di bawah Baznas Provinsi Banten bukanlah hal baru di lingkungan ASN Pemprov Banten.  Tapi memang saat itu belum menjadi perhatian banyak pihak, UPZ belum menjadi “gadis cantik” yang dipinang berbagai kalangan. 
Lalu, bagaimana ceritanya UPZ tiba-tiba melejit menjadi perhatian banyak pihak. Dari mulai masyarakat biasa menanyakan keberadaan UPZ Baznas Pemprov Banten sampai dengan para tokoh dan pejabat bertanya, mengajak audiensi, dan berkirim surat serta menyampaikan proposal. 
Diawali dengan terbitnya Surat Edaran Gubernur Banten Nomor 451/1567-Kesra/2019 tanggal 8 Mei 2019 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat Pendapatan ASN Pemerintah Provinsi Banten dari Tunjangan Kinerja, maka semakin menguat pemikiran bahwa Provinsi Banten dengan Visi Akhlakul Karimah pada RPJMD, dan Visi Iman Taqwa pada RPJPD serta Lambang Iman Taqwa pada logo/lambang daerah, maka konsekuensinya ada amanat menghidupkan semangat religius dalam kehidupan masyarakat maupun pemerintahanannya, termasuk zakat bisa menjadi salah satu aspeknya. 
Dimensi sosial
Mengapa zakat menjadi penting untuk disandingkan dengan visi pembangunan daerah tadi?  Karena dibanding ibadah lain seperti salat, puasa, haji yang bersifat lebih personal, zakat mempunyai dimensi sosial yang lebih kental.  Ada misi perlindungan sosial di dalamnya, ada program penanggulangan kemiskinan yang tekait langsung pada mustahik fakir miskin dan aspek sosial lainnya bagi kaum lemah yang menjadikan zakat mempunyai kedekatan langsung dengan visi kemandirian dan kesejahteraaan sesuai Visi RPJMD Provinsi Banten 2017-2022.
Sebelumnya, UPZ-UPZ sebagai unit pengumpul zakat memang sudah terbentuk di setiap OPD. Tetapi semangat pengumpulan zakatnya serta program pendistribusiannya belum mencerminkan semangat yang tinggi seperti diamanatkan RPJMD, RPJPD, dan logo daerah. 
Hal ini bisa terlihat dari jumlah pengumpulan zakat yang masih kecil dan belum disiplin dengan baik serta program pendistribusiannya baru menyentuh mustahik-mustahik terdekat lingkungan OPD saja. 
Padahal masih banyak masyarakat mustahik yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Banten belum tersentuh pembagian rezeki, yang ada dititipkan pada penghasilan gaji dan tunjangan ASN  Pemprov Banten.  Bahkan mungkin juga ada rezeki delapan golongan asnaf penerima zakat (fakir, miskin, amilin, muallaf, riqab, gharimin,  fi sabilillah, dan Ibnu sabil) yang mungkin juga dititipkan dalam paket-paket pekerjaan APBD atau mungkin dalam honor-honor anggota DPRD, komisioner lembaga atau pejabat lainnya. 
Kadang kita sering lupa bahwa kaidah dari titipan adalah sesuatu yang harus disampaikan pada yang berhak.
Melihat  jumlah gaji tunjangan pegawai yang cukup besar dalam alokasi APBD Provinsi Banten dan mungkin banyak yang sudah mencapai nishab menggunakan perhitungan zakat pendapatan, tidak heran jika ada suara yang mempertanyakan, di mana tanggung jawab sosialnya, jika mengeluarkan zakat pendapatan yang hanya 2,5 % saja, kok belum bisa benar-benar terkumpul dengan disiplin dan disalurkan dengan baik? 
Atas pertimbangan-pertimbangan dan keresahan tersebut, di bawah arahan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten serta petunjuk dari Pejabat Sekda serta Asda Pemerintahan dan Kesra waktu itu, dipimpin Kepala Biro Kesra, mulai digelarlah rapat-rapat dengan seluruh OPD untuk menjaring aspirasi para mustahik dan mencari formula yang paling cocok agar semangat zakat semakin tumbuh dan berkembang dalam keseharian ASN Pemprov Banten. 
Setelah melalui beberapa rapat di Ruang Rapat Setda Provinsi Banten, mulai terjalin kesepakatan yang mengerucut ke arah penerapan payroll system pengumpulan zakat dan penyatuan UPZ dengan tujuan agar terjalin program pengumpulan dan distribusi zakat yang lebih terkoordinasi.
Tapi seperti halnya memulai sesuatu yang baru, kekhawatiran selalu saja muncul untuk memulai pada saat itu. Salah satunya adalah kekhawatiran adanya penolakan dari para muzaki ASN Pemprov Banten yang merasa sudah berzakat di tempat lain, serta kemungkinan tidak setujunya para pengurus UPZ di setiap OPD yang akan dinonaktifkan.
Diskusi panjang terus berjalan. Suara yang meminta ditundanya penyatuan satu UPZ dan penerapan payroll system juga terus dibahas dengan para pimpinan Baznas Provinsi Banten berdasarkan aturan hukum Syariah dan hukum positif Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 
Akhirnya satu hari sebelum pensiun, Pejabat Sekretaris Daerah pada waktu ini atas nama Gubernur Banten menandatangani surat usulan pendirian UPZ Pemerintah Provinsi Banten yang disampaikan kepada Baznas Provinsi Banten, dan beberapa hari kemudian, diiringi berkah Ramadan, ÜPZ Pemerintah Provinsi Banten pun disetujui oleh Baznas yang sekaligus menonaktifkan UPZ-UPZ yang berada di setiap OPD. 
Jadi, berdirinya UPZ Baznas Pemprov Banten juga disumbang oleh kerelaan para pengurus UPZ di setiap OPD dinonaktifkan untuk suatu tujuan yang lebih besar lagi.  Salut untuk para pejuang-pejuang zakat di setiap OPD.
Setelah UPZ Baznas Pemprov Banten menjadi satu, UPZ Baznas Pemprov Banten tetap dibantu oleh para pejuang-pejuang zakat dari semua OPD, sebagai perwakilan OPD yang tergabung di dalam kepengurusan UPZ Baznas Pemprov Banten.
Setelah penyatuan UPZ, dalam umurnya yang belum mencapai satu tahun, UPZ Baznas Provinsi Banten, alhamdulillah mampu menjalankan misi pertamanya dengan baik, yaitu sudah mampu melakukan lompatan pengumpulan zakat yang signifikan. 
Dalam kurun waktu tujuh bulan, pada tahun 2019  terkumpul zakat dari ASN Pemprov Banten senilai Rp 10,9 miliar atau terjadi peningkatan sebesar 123 % dari tahun 2018 yang hanya Rp 4,8 miliar (satu tahun jika pengumpulan seluruh UPZ OPD dijumlahkan), atau jika dibandingkan apel to apel berdasarkan rata-rata perbulannya, meningkat dari tadinya  Rp 405,9 juta/bulan menjadi  Rp 1,5 Milyar/bulan atau terjadi peningkatan hampir 3 kali lipat (283 %) per bulannya. 
Jumlah inilah yang menjadikan UPZ semakin seksi, karena dana zakat yang tadinya terpisah-pisah di setiap UPZ OPD, sekarang berkumpul di satu UPZ dan jumlahnya semakin meningkat sehingga menjadi kelihatan besar dan tak heran jika menjadi perhatian banyak pihak.
Selain mendapat kewenangan pengumpulan zakat, UPZ Baznas Pemprov Banten juga mendapat tugas Pembantuan Pendistribusian dari Baznas Provinsi Banten. 
Dengan meningkatnya jumlah zakat yang dikumpulkan, tentu tugas pembantuan pendistribusian dari BAZNAS pun akan semakin besar.  Sehingga misi selanjutnya UPZ Baznas Pemprov Banten untuk dapat membuat program distribusi zakat yang lebih terkoordinasi dan mampu menjangkau wilayah yang luas di seluruh Provinsi Banten, Insya Allah dapat ditunaikan sesuai amanat pendiriannya.
Pada tahun 2019 UPZ Baznas Pemprov Banten sudah bisa menyalurkan zakat untuk guru ngaji, panti asuhan, yatim piatu, bea siswa SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi, pemberdayaan budidaya pertanian bagi pesantren dan masyarkat, bantuan rumah tidak layak huni, bantuan sarana masjid, musala, bantuan pengobatan, santunan untuk OB, tenaga kebersihan dan beberapa kegiatan lainnya.
Namun satu hal yang perlu diantisipasi adalah jangan sampai dengan pendirian satu UPZ, dengan besarnya UPZ, jangan sampai menjadi gemuk, dan banyak lemak birokratis yang menyebabkannya sulit bergerak.  Karena sesuai kaidahnya dana zakat adalah bersifat quick response yang harus segera disampaikan kepada mustahik tidak boleh ditunda lama.
Besarnya UPZ harus tetap mampu bergerak cepat dan tentu saja kecepatan itu tidak boleh lepas dari pertanggungjawaban yang akuntabel dan transparan. 
Zakat merupakan salah satu hukum Islam yang berhasil diformulasikan ke dalam hukum positif berupa Undang-undang, sesuatu yang patut disyukuri bersama dengan benar-benar mengimplementasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Alangkah disayangkan jika hukum Islam yang sudah bersanding dengan hukum negara ini, kalau tidak berhasil dimaksimalkan penerapannya akibat tidak adanya pemahaman, semangat dan tanggung jawab para pihak di lapangan. 
Semoga aspek zakat ini dapat menjadi salah satu penerang kebangkitan umat yang kuat di Bumi Banten dan lebih luas lagi semoga kebangkitan zakat menjadi mercusuar sinar peradaban Islam yang rahmatan lil Alamin  di Indonesia.  Aamiin.

Setelah pembentukan UPZ Pemprov Banten  pada tanggal 29 Mei 2019,  sampai dengan 21 Juni 2019, realisasi pengumpulan zakat ASN di lingkungan Pemprov Banten sudah mencapai Rp 828.590.630 atau 29,59 % dari potensi.  Sungguh suatu awal yang baik walau masih jauh dari target potensi yang diharapkan. Agar pengumpulan zakat ASN terus meningkat, masih banyak yang harus dipandu, masih banyak pihak yang harus diingatkan dan masih banyak prosedur yang harus ditempuh serta diperbaiki.

Pencapaian 29,59 % memang belum terlalu besar tapi  sudah jadi langkah yang bagus, mengingat umur UPZ juga belum genap sebulan.  Mengapa pencapaiannya masih kecil ?  Karena  memang kita punya target yang tinggi.  Dari realisasi zakat ASN Pemprov Banten yang biasanya hanya mencapai 4 M/tahun, UPZ Pemprov Banten menargetkan dapat mengumpulkan zakat ASN sebanyak 34 M/tahun.  Target yang tinggi tapi bukan muluk-muluk, karena potensinya ada, real tinggal digali dan dikelola dengan baik.

Mengapa pencapaiannya belum 100 % ? Karena memang tidak ada kerja besar yang selesai sekali jadi.  Karya besar lahir dari perjalanan yang panjang, kadang berliku.  Bahkan mungkin harus menempuh badai terlebih dahulu.  Ingatlah kisah sukses Kolonel Sanders yang ditolak 1.009 kali sebelum KFC sukses seperti sekarang, atau Stephen King  penulis buku-buku best seller yang sekarang mengantongi pendapatan hingga US$ 350 juta,  pernah mengalami penolakan penerbit hingga 30 kali. Atau Thomas Alfa Edison, sang penemu mengalami   kegagalan sampai ratusan kali sebelum ia menghasilkan penemuan lampu bohlam yang menerangi dunia seperti sekarang.  Kalau ia menyerah mungkin dunia saat ini gelap. Ucapannya yang paling terkenal adalah, "Aku tidak gagal, aku hanya menempuh 10.000 jalan yang tidak berjalan dengan baik.

Banyak lagi tokoh besar lain seperti Albert Einstain, Jak ma, Michael Jordan, Walt Disney yang menghasilkan prestasi besar, dan prestasi itu dihasilkan dari kerja tekun terus menerus, kadang mengalami kegagalan di awal tapi lalu diperbaiki, kadang menghadapi penolakan tapi mereka tak menyerah.

Bahkan Al-quran pun memberi contoh kegagalan dalam dua kekalahan yang dialami kaum muslimin, yaitu perang uhud dan perang Hunain. Kaum muslimin menderita kekalahan pada dua perang tersebut.  Kekalahan itu Allah abadikan untuk dijadikan pelajaran bagi orang-orang yang berpikir.  Kekalahan tersebut tidak membuat kaum muslimin surut, kekurangan yang menjadikan kalah diperbaiki sampai akhirnya kemenangan total diraih dengan Futuh Mekah.

Prestasi besar lahir dari perbaikan kerja terus menerus, dari hari kehari, minggu ke minggu, bulan ke bulan.  Bukan dari kerja simsalabim dengan satu pertemuan rapat, satu tolok ukur kegiatan, seperti yang biasanya dilakukan kebanyakan instansi pemerintah.  Dengan satu kali rapat  dalam satu tolok ukur kegiatan dianggap permasalahan bisa selesai.  Itulah mengapa banyak permasalahan di masyarakat terkatung-katung, tidak menunjukan arah perbaikan seperti di tulis dengan indah dalam target kinerja instansi tersebut.  Karena mereka bekerja seakan percaya dengan teknik simsalabim seperti cerita sangkuriang. Padahal semua cerita simsalabim itu adalah  bohong. 

Sudah saatnya para aparatur merubah cara kerja yang simsalabim.  Sudah saatnya para aparatur bekerja dengan runut, tekun melakukan perbaikan pada hal apapun, bukan hanya dengan sekali sentuh lalu ditinggalkan, dan merasa berhasil dengan tumpukan SPJ dan laporan di dalam laci.  Tidak bisa persoalan selesai dengan cara kerja simsalabim seperti itu, tapi harus dengan diikuti  monitoring, evaluasi dan perbaikan yang terus menerus dan kontinyu sampai benar-benar ditemukan jalan keluar dan perbaikan dari masalah yang dihadapi tersebut. Disitulah fungsi manusia sebagai khalifah dan makhluk yang berfikir benar-benar diamalkan, dengan cara berfikir dan bekerja runut. Bukan dengan simsalabim satu kali rapat. Semoga bisa menjadi bahan renungan.

Sedikit meramaikan wacacana pemindahan ibu kota dan teori bagaimana memanfaatkan keunggulan geografis anugerah Yang Maha Kuasa  untuk mencapai titik yang paling optimal.  Jadi tidaknya ibu kota dipindahkan sepertinya akan ditentukan keputusan politik presiden.  Tapi dari sudut pandang ilmu pengetahuan,  memutuskan sesuatu yang baru apalagi besar dan penting, seyogyanya sudah dilakukan melalui kajian-kajian mendalam dan didasarkan pada landasan teori yang kuat dan sahih.  Karena dasar kajian dan landasan teori tersebut yang sekarang belum terdengar kuat, sehingga tidak salah jika banyak yang masih ragu dan menilai lebih kental gimmick politiknya.

Jika ibu kota jadi dipindahkan, salah satu yang bisa dititipkan dan harus menjadi perhatian adalah bagaimana agar ibu kota yang baru tersebut harus bisa menjadi percontohan pemanfaatan ruang dan pengelolaan lahan yang paling optimal. Mulai dari aspek ekonomi, lingkungan maupun sosial.  Ahli perencanaan wilayah mungkin dapat menghitung pengaruh-pengaruh pembentukan pusat pertumbuhan baru terhadap wilayah sekitar maupun Indonesia secara umum.

Akan jadi cita-cita yang sungguh indah, jika tempat yang baru tersebut  bisa menjadi template pembuktian teori teori para ahli, cerdik pandai yang bertebaran di seluruh nusantara. Mulai dari ahli agama, perencanaan, pertanian, kehutanan, tata kota, lingkungan, inprastruktur, pendididikan, ekonomi, sosial, budaya dan masih banyak lagi. Jika peran para ahli ini bisa difasilitasi dan dirangkum dengan baik, tidak berlebihan jika kemampuannya mungkin akan mengalahkan strategi-strategi para Avenger.

Jangan lupa bahwa pengelolaan lahan di negeri ini, saat ini masih banyak yg belum optimal. Atau kalaupun dimanfaatkan masih banyak yang manfaatnya jauh dari potensi optimalnya.  Masih banyak lahan yang dibiarkan kosong dan terlantar oleh pemiliknya.  Baik pemilik perorangan maupun badan usaha, baik pemilik yang kecil maupun konsesi besar, baik swasta maupun pemerintah. Padahal kita dianugerahi peluang memanen cahaya matahari sepanjang tahun, padahal kita banyak SDM menganggur yang bisa diberdayakan, padahal sudah cukup banyak orang pintar berpendidikan. 

Memang harus ada kebijakan yg lebih berani terkait pemanfaatan lahan agar anugrah dari Tuhan berupa lahan, cahaya matahari, air, dan tenaga kerja yang melimpah tidak terbengkalai percuma.  Bahkan salah-salah pengelolaan malah anugerah tersebut berbalik  menjadi bencana. Banjir dan kebakaran hutan terjadi setiap tahun di negeri ini.   Anugerah melimpah yang berubah menjadi bencana ini sudah cukup menjadi bukti bahwa sudah terlalu banyak kesalahan urus yang terjadi.

 Apakah kita masih tergolong orang-orang yang berfikir? Mari kita putuskan baik-baik lalu kita bersama melangkah dengan penuh keyakinan. Dan itu bisa dilakukan berdasarkan landasan teori ilmu pengetahuan bukan dengan gimmick politik.


Mencoba mengutak atik laporan akhir tahun sebuah instansi, menghasilkan urutan peringkat yang cukup menarik.  Walaupun peringkat tersebut belum tentu dapat mencerminkan kinerja secara keseluruhan, tetapi paling tidak data tersebut dapat berbicara sesuatu.  Salah satunya dapat digunakan untuk mengevaluasi perencanaan anggaran yang dilakukan dan menilai kemampuan eksekutor menggunakan anggaran tersebut untuk menghasilkan target kinerja yang telah ditetapkan.

Berdasarkan kriteria realisasi fisik dan realisasi keuangan, dapat ditentukan urutan peringkat dari para eksekutor setiap unit organisasi.  Metoda penentuan peringkat  dapat dipertimbangkan antara pilihan menggunakan realisasi fisik sebagai patokan utama, dan realisasi keuangan menjadi patokan kedua.  Atau juga bisa menggunakan nilai gabungan antara realisasi fisik dengan realisasi keuangan.  Berdasarkan simulasi, kedua metoda tersebut akan menghasilkan urutan yang berbeda. 

Realisasi fisik dapat digunakan untuk menilai kemampuan eksekutor dalam merealisasikan rencana, yang didalamnya tentu saja berperan kualitas perencanaan yang sudah dilakukan.  Sedangkan realisasi keuangan dapat secara spesifik digunakan untuk menilai kualitas perencanaan anggaran yang dilakukan.  Sepertinya gabungan kedua nilai tersebut terasa lebih mewakili, karena selain dapat menilai ouput yang dihasilkan, sekaligus dapat menilai kualitas perencanaan anggaran yang sudah dilakukan.

Ibarat sebuah pertandingan, diharapkan dengan diberi urutan peringkat realisasi kegiatan, para pihak eksekutor di setiap unit organisasi akan berkompetisi untuk memperoleh hasil yang terbaik.  Tujuan yang ingin dicapai adalah terpacunya peningkatan kinerja disetiap unit organisasi.  Supaya lebih valid dan berkeadilan, diperlukan adanya formulasi baku dalam pemberian peringkat tersebut yang dilakukan secara berkala setiap satu tahun.  


Untuk penilaian kinerja suatu unit organisasi secara menyeluruh, tentu saja tidak cukup hanya menggunakan parameter realisasi fisik dan realisasi keuangan.  Banyak parameter lain yang harus dinilai, mulai dari disiplin, prakarsa, loyalitas dan masih banyak parameter yang lainnya.  Tetapi masalahnya parameter-parameter tersebut tidak  mudah untuk diperoleh dan unsur subjektifitas bisa terlibat didalamnya.  Sehingga untuk alasan kepraktisan, penggunaan angka realisasi fisik dan keuangan lebih masuk akal karena data tersebut mudah didapat dan tersedia secara berkala.