Rapat Konsultasi Nasional Penyusunan Strategi Nasional REDD+ diselenggarakan di Kantor BAPPENAS Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2010 dengan peserta undangan BAPENAS, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, UN REDD, UNDP Indonesia, Penulis isi, BAPPEDA Provinsi Seluruh indonesia, Dinas Kehutanan Provinsi Seluruh Indonesia, NGO, dan masyarakat adat.
Rapat dibuka oleh Wakil Menteri BAPPENAS dan dihadiri oleh pejabat eselon I dari BAPPENAS, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup serta Deputi I UKP4. Hadir dari Kementerian Kehutanan Sekretaris Jenderal, Dirjen Planologi dan Dirjen RLPS.
Rapat Konsultasi Nasional Penyusunan Strategi Nasional Reducing Emission From Deforestation and Degradation Plus (REDD+) merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penyusunan Stranas REDD+ setelah selesainya konsultasi yang dilaksanakan di tingkat regional.  Konsultasi nasional penyusunan REDD+ bertujuan untuk menyampaikan rancangan stranas REDD+ berdasarkan hasil konsultasi regional dan mendapatkan masukan bagi penyempurnaan stranas REDD+.
Disampaikan oleh Sekjen Kementerian Kehutanan bahwa Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sampai dengan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020 berdasarkan Business as Usual (BAU). Dari komitmen sebesar 26%,  sektor kehutanan (LULUCF) berkontribusi sebesar 14 %.
Emisi Indonesia diperkirakan bertambah dari 1,5 Gt CO2e menjadi 2,6 Gt CO2e antara tahun 2000 dan 2020 dan emisi dari sektor kehutanan bertambah dari 1,24 Gt CO2e menjadi 1,99 Gt CO2e (naik sekitar 61,79%). Berdasarkan gambaran tersebut, maka komitmen menurunkan emisi sektor kehutanan (LULUCF) sebesar 14% pada tahun 2020 (278,6 juta t CO2e) menjadi sebesar 1,712 Gt CO2e dibandingkan dengan Business as Usual (BAU).
Sektor kehutanan (LULUCF), disamping dituntut menurunkan emisi juga harus mampu memberikan lapangan kerja (pro job), mengentaskan kemiskinan (pro poor), dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional (pro growth) dengan tetap memperhatikan lingkungan (pro environment).
Ada kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa target penurunan emisi akan berlaku kebalikan dengan target 7 persen pertumbuhan ekonomi.  Walaupun menurut pendapat Deputi I UKP4 Heru Prasetyo, berdasarkan pengalaman Brazil, tidak hubungan yang linier antara penurunan emisi dengan target pertumbuhan ekonomi.  Tetapi bebarapa audien lain memberikan sanggahan bahwa kasus Brazil belum bisa ditarik untuk menggeneralisasi keadaan di Indonesia karena diperlukan data yang lebih dari satu untuk dapat mengatakan teori tersebut sahih.  Dalam hubungan dengan tugas penurunan emisi tetapi tetap memelihara pertumbuhan ekonomi, Deputi I UKP4 Heru Prasetyo memperkenalkan istilah baru yaitu ”strategi 7-41” yaitu 7 persen pertumbuhan ekonomi dan 41 penurunan emisi.
Visi, Misi dan Sasaran REDD+ dirumuskan sebagai berikut :
-        Visi : Pembangunan yang bertumpu pada penyelenggaraan kehutanan yang berkelanjutan dan berkeadilan serta mendukung upaya mitigasi perubahan iklim
-        Misi :
1.         Mengurangi laju deforestasi
2.         Mengurangi degradasi hutan melalui penerapan prinsip sustainable forest management (SFM) secara baik dan benar
3.         Menjaga sediaan karbon melalui konservasi hutan
4.         Meningkatkan stok karbon hutan
5.         Meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan masyarakat
-        Target/Sasaran :
Emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan turun sebesar minimum 14 persen dari komitmen nasional sebesar 26 persen pada tahun 2020
Terdapat 5 strategi dalam Rancangan Stranas REDD+ yang akan dijalankan untuk mencapai target penurunan emisi 14 % dari sektor kehutanan yaitu :
-      Strategi 1 : Penyempurnaan perencanaan dan pemanfaatan ruang secara seimbang dalam upaya menurunkan deforestasi dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi nasional
-      Strategi 2  : Peningkatan Pengawasan dan Pemantauan (Control and Monitoring)
-      Strategi 3  :  Peningkatan Efektivitas Manajemen Hutan
-      Strategi : Meningkatkan pelibatan para pihak, terutama masyarakat adat dan masyarakat di sekitar hutan
-      Strategi 5             :  Penguatan Sistem Penegakan Hukum
Strategi Operasional yang disampaikan Kementerian Kehutanan dalam Pengurangan Emisi adalah :
-      Penerapan Nir-Pembakaran pada Penyiapan Lahan untuk Perkebunan Kelapa Sawit, Pembangunan HTI/HTR dan Pembangunan Infra Struktur, diperkirakan akan  menurunkan emisi  hingga 2020 sebesar 20,42 Gt CO2e, dengan biaya US$ 0.50 per ton.
-      Penerapan Reduced Impact Logging (R.I.L), diperkirakan akan  menurunkan emisi hingga 2020 sebesar 43,5 GtCo2e 2, dengan biaya US$ 1.10 per ton.
-      Konservasi Hutan, diperkirakan akan  menyimpan (stok) karbon  sampai dengan 2020 sebanyak  465 GtCO2e.
-      Pemanfaatan Areal Tak Berhutan untuk Pembangunan HTI/HTR/HKm dan Kebun Sawit, akan membantu penyediaan pangan dan energi terbarukan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, penyediaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan sekaligus menyerap karbon dan menyumbang dalam penurunan emisi sebesar 29,28 Gt CO2e 4 dengan biaya US$ 5.5 /ton
-      Reboisasi dan Rehabilitasi Hutan, diperkirakan akan memberi tambahan pengurangan emisi  pada 2020 sebesar 0,37 GtCO2e  dengan biaya US$ 5,5  /ton.
-      Restorasi dan Rehabilitasi Lahan Gambut Rusak, akan memberikan tambahan penurunan emisi pada 2020 sebanyak 0,732 Gt CO2e dengan biaya US$  5,5  / ton.
Apresiasi disampaikan oleh para peserta rapat terhadap hasil kerja panitia dan tim penyusun, hanya saja karena yang dibagikan kepada peserta rapat hanya ringkasan eksekutif bukan draft Stranas REDD+ yang utuh, sehingga tidak bisa memberi masukan lebih jauh, terhadap rancangan Stranas REDD+ tersebut.
Setelah Stranas selesai maka tahap selanjutnya adalah penyusunan Rencana Aksi Nasional REDD+, yang akan memuat implementasi kegiatan yang lebih operasional.
Kekhawatiran terjadinya paradok antara penurunan emisi dengan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu topik diskusi yang banyak mendapat perhatian.  Untuk menjawab kekhawatiran tersebut, sektor kehutanan perlu mengkampanyekan bahwa kegiatan pembangunan kehutanan seperti kegiatan pembangunan hutan rakyat bukan hanya berpengaruh positif terhadap perbaikan lingkungan dan meningkatkan penyerapan karbon, tetapi saat ini kegiatan pengembangan hutan rakyat sudah menjadi kegiatan ekonomi yang bernilai tinggi dan diminati masyarakat.  Sehingga melalui kegiatan peningkatan penyerapan karbon seperti pembangunan hutan rakyat, akan dapat meminimalisir terjadinya paradok penurunan emisi dan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu strategi pencapaian penurunan emisi yang menarik untuk disimak adalah pengembangan ekonomi hijau (green economics) melalui pemanfaatan ekonomi (tangible use) hutan dan areal penggunaan lain (hutan produksi lestari, budidaya pertanian dan perkebunan untuk ketahanan pangan, serta pertambangan) serta pengembangan nilai ekonomi pemanfaatan hutan untuk kebutuhan dan keberlanjutan lingkungan (non tangible use).  Konsep green economics tersebut perlu diturunkan dari tataran teori ke tataran nyata menjadi sebuah konsep pembangunan, dalam bentuk model-model pembangunan yang dapat merealisasikan cita-cita tersebut.  Mengambil contoh di Provinsi Banten, sudah terdapat model FKDC, tinggal bagaimana mengembangkannya menjadi model-model lain yang aplikatif sesuai dengan kebutuhan dan kondisi fisik wilayah serta sosial ekonomi masyarakat. 

0 komentar:

Posting Komentar