Oleh : Irwan Setiawan, SHut. MSi.



Setelah melalui proses penyusunan dan pembahasan yang memakan waktu yang panjang, revisi Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025, Perda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2007-2012, dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2009-2029, diharapkan dapat difinalisasi pada tahun 2010.  Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam penyusunan dokumen rencana pembangunan adalah bahwa muatan yang terkandung selain harus mampu memberikan arah kebijakan pembangunan yang tepat dan fokus, sekaligus harus mampu memberikan inspirasi yang menantang tentang gambaran cita-cita yang akan dicapai dimasa depan. Diperlukan keseimbangan diantara keduanya, karena sebuah rencana pembangunan akan kehilangan geregetnya, kalau hanya mengambil indikator yang “aman-aman saja” sehingga gagal memberikan motivasi kepada pelaku pembangunan untuk bekerja lebih keras dalam mencapai target pembangunan.  Sebaliknya disisi lain sebuah rencana pembangunan dengan indikator yang bombastis, hanya akan menghasilkan angin surga tetapi tidak realistis untuk dicapai dan bisa menjadi bumerang dikemudian hari.
Ketika Provinsi Banten berdiri, iklim demokrasi dan kebebasan sudah dibuka lebar walaupun belum seutuhnya sehat.  Peraturan perundang-undangan juga sudah banyak tersedia, sehingga banyak acuan dan pilihan untuk bisa mewujudkan manajeman pemerintahan yang baik.  Walaupun ketinggalan start dibandingkan provinsi yang sudah lama terbentuk, tapi Provinsi Banten mempunyai keuntungan karena dapat mengambil best practice dari pengalaman provinsi lain. Dengan kondisi seperti ini, tidak salah kalau masyarakat Banten menuntut, agar tampilan Provinsi Banten di masa depan harus lebih baik dibandingkan dengan provinsi tetuanya. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat mutlak, yaitu pelaku pembangunan di Provinsi Banten harus mampu merumuskan rencana pembangunan dengan tepat dan melaksanakannya dengan konsisten.
Ketiga dokumen rencana pembangunan yang saat ini sedang direvisi paling tidak harus bisa memberikan arahan bagaimana cara mewujudkan tugas pemerintah daerah seperti diamanatkan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.  Adanya kejelasan siapa melakukan apa dan time frame untuk mewujudkannya.  Melihat posisi geografis Provinsi Banten yang berdekatan dengan ibu kota negara, terdapat peluang akses pasar yang dekat dan jumlah konsumen yang banyak untuk bisa dimanfaatkan dan diformulasikan dalam rencana yang konprehensif dari hulu sampai hilir. Untuk tujuan ini, pembangunan industri berbasis komunitas dan pengembangan komoditas berbasis kawasan dapat menjadi pilihan yang masuk akal untuk diusung. Sejalan dengan peningkatan laju ekonomi, kebijakan untuk menjaga agar manfaat ekonomi terdistribusi secara berkeadilan, menjadi bagian yang tidak boleh terpisahkan termuat dalam dokumen rencana pembangunan.
Wilayah provinsi, selain sebagai kesatuan administrasi pemerintahan, dapat diartikan juga sebagai sebuah kesatuan identitas budaya. Jika membandingkan dengan provinsi tetangga seperti Jawa Barat yang telah berhasil mendefinisikan identitas budayanya dalam balutan Budaya Parahiangan, atau DKI Jakarta dengan identitas Budaya Betawi, maka identitas budaya Provinsi Banten juga perlu didefinisikan dalam sebuah ikon budaya yang mampu merangkum keragaman budaya masyarakat Banten dan menjadi unsur pembangun karakter masyarakat Banten.  Perjalanan bangsa-bangsa besar telah membuktikan bahwa karakter budaya merupakan pilar penting yang menentukan kemajuan sebuah suku bangsa.  Atas pertimbangan tersebut, maka sebuah dokumen rencana pembangunan tidak boleh melupakan perlunya pembangunan karakter budaya, sebagai aspek penting yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.
Dalam hal pengelolaan lingkungan, kesalahan yang pernah terjadi di provinsi yang sudah lama berdiri, seharusnya tidak perlu terjadi di Provinsi Banten.  Seperti DKI Jakarta yang harus melakukan penggusuran demi mencapai target proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH), atau kejadian tanah longsor yang merenggut banyak korban di Jawa Barat dan bencana banjir yang banyak terjadi dimana-mana. Pelajaran berharga yang bisa diambil adalah bahwa rencana tata ruang ikut menentukan masa depan wilayah agar tidak dihadapkan pada kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan yang berkepanjangan.  Oleh karena itu pengaturan dan pengendalian tata ruang yang konsisten, sudah tidak bisa ditawar lagi sebelum Provinsi Banten berkembang semakin padat dan sebelum banyak timbul masalah akibat terjadinya tumpang tindih penggunaan lahan. Maka menjadi domain dokumen rencana pembangunan, untuk mewadahi cita-cita terciptanya kelestarian dan keseimbangan lingkungan tersebut. Salah satu fokus strategis yang perlu diwujudkan adalah peningkatan proporsi kawasan lindung menjadi 30 % seperti diamanatkan Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk tujuan tersebut, dapat diambil langkah nyata melalui penerbitan perda pengelolaan kawasan lindung provinsi dan pembangunan kawasan lindung khusus tertentu seperti Kawasan Akarsari.
Akhirnya, sebaik apapun sebuah dokumen perencanaan, tidak akan menghasilkan apa-apa tanpa adanya pelaksanaan yang konsisten dan jujur. Sebagai bagian dari masyarakat, sepertinya tidak berlebihan kalau kita berharap revisi 3 dokumen rencana pembangunan Provinsi Banten menghasilkan dokumen perencanaan yang bisa mengantarkan Provinsi Banten menjadi provinsi yang mampu menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakatnya secara berkeadilan. Sebuah dokumen perencanaan yang mampu mewujudkan sesuatu yang bisa menjadi kebanggaan masyarakat Banten tetapi tidak melupakan hal-hal mendesak yang harus segera diselesaikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Semoga…

0 komentar:

Posting Komentar